Assalamualaikum

Ucapkan salam sebelum masuk ^_^


Kepulanganku dan Kepergianmu, Bunda

Aku melihat bendera berwarna kuning di depan gang kecil menuju rumahku, “innalillahi,” gumamku. Aku pun terus menyusuri gang kecil itu. Akhirnya aku sampai, aku berdiri tepat di depan rumahku, sudah 6 tahun aku meninggalkan rumah kecilku ini, dikarenakan pergi menuntut ilmu di negeri orang. Apa yang telah terjadi? Aku melihat ramai orang di rumahku. Sedang apa mereka? Tak biasanya, apa mereka ingin menyambut kedatanganku? Ah, tidak mungkin. Karena rasa penasaranku, aku mempercepat langkahku, mendekati rumah yang sangat aku rindukan. Aku terkejut melihat orang di rumahku berwajah sedih, apa ini pertanda buruk? Segala pertanyaan muncul dibenakku. Aku memasuki rumahku, orang-orang yang ada di sana memperhatikan diriku dengan rasa kasihan. Aku masuk, aku melihat Ayahku, dia sedang membaca yasin. Mengiringi kepergian seseorang. Tapi siapa? Kulihat sekeliling Ayah, hanya ada Adik perempuanku, Dilla dan para tetangga yang sepertinya datang melayat. Aku semakin bingung dan diselimuti rasa takut. Takut kehilangan.
            “Yah, Dodi pulang,” sapaku lirih, aku melihat seorang wanita paruh baya terbujur kaku, tak bernyawa lagi. Seakan tersenyum padaku.
            “Dodi, sini Nak, kita sama-sama berdoa untuk Bunda.” Ajak Ayah sembari bergeser, mempersilahkan aku duduk di dekatnya, di samping tubuh wanita yang sangat aku rindukan selama 6 tahun ini, Bunda. Aku mencoba tegar, walaupun kenyataan ini begitu pahit. Kenapa disaat aku, baru saja menyelesaikan sekolahku dan belum memberikan apa pun untuk Bunda, Engkau mengambilnya, Gusti Allah? Tak dapat dibendung lagi tangisku. Perlahan tapi pasti, aku menangis. Adikku, menghampiriku dan bertanya.
            “Bang, Bunda ngapain, sih?” tanyanya polos, maklum umurnya baru 5 tahun. Aku dan Dilla memang sangat terpaut jauh umurnya. Aku tersenyum mendengarnya, mencoba menjawab dengan tegar.
            “Bunda, dipanggil sama Gusti Allah. Dede, doain Bunda saja, yah.” Jawabku memberi pengertian padanya. Ayah hanya tersenyum, lalu melanjutkan membaca lantunan ayat suci untuk Bunda.
            “Jadi, Bunda gak tinggal sama kita lagi, Bang?” tanyanya dengan wajah yang terlihat sedih.
            “Iya, tapi Dede tenang saja, nanti kita ketemu sama Bunda di surga.” Kembali, aku mencoba memberi pengertian untuknya. Dengan sebuah senyuman agar meyakinkan dia, bahwa semua baik-baik saja. Tiba-tiba saja Dilla memeluk tubuhku yang lebih besar dari tubuhnya.
“Dede, sayang Abang.” Ucapnya tulus, masih memelukku erat, bahkan erat sekali. Seakan tak ingin kehilangan diriku juga.
“Abang, jangan di panggil Gusti Allah juga, yah.” Lanjutnya. Aku semakin memeluknya erat. Mencoba menguatkan bidadari kecilku. Sekarang hanya ada aku dan Ayah, tidak ada lagi Bunda yang menemani Dilla tidur, tak akan ada lagi. Semua sudah hilang, dan hanya akan menjadi sebuah kenangan.
(399 kata tanpa judul)

***
FF yang gak lolos hehe, minta koreksiannya boleh? add me at facebook 'NurjannahJaimbum' follow me at tweet @JannahSiJaim :) kunjungi blog ane terus yah gan :D

2 komentar:

Jin Kinjeng mengatakan...

kalau boleh jujur, ni cerita bagus banget, Jinkinjeng sampai terharu, gak kuat sih sebenarnya kalo buat baca2 cerita yang haru, tp karena rasa penasaran jadi saya baca sampe selesai., bagus emang.

Nurjannah Jaimbum mengatakan...

makasih, Mas apa Mbak nih hihi :D

Posting Komentar

Copyright © 2011 Bidadari Bergaun Ungu. Designed by MakeQuick, blogger theme by Blog and Web | Posts RSS | Comments RSS